Pak Raden mengeluh karena karakter Si Unyil, yang diciptakannya, tak menghasilkan royalti sedikit pun untuknya. Pada 14 Desember 1995, ia membuat kesepakatan penyerahan hak cipta atas nama Suyadi kepada Perusahaan Umum Produksi Film Negara (PPFN). Pada Pasal 7 surat perjanjian itu tertulis, kesepakatan kedua belah pihak berlaku selama lima tahun terhitung sejak perjanjian tersebut ditandatangani.
Akan tetapi, PPFN menganggap bahwa perjanjian penyerahan hak cipta tersebut tetap pada PPFN untuk selamanya. "Oleh karena itu, beliau sore ini mengamen untuk menggalang dana," ujar Nanang, yang sehari-hari menemani Pak Raden di rumahnya di Jalan Petamburan III, Slipi, Jakarta Barat, 14 April 2012.
Dengan menggunakan kursi roda dan disaksikan oleh para penggemarnya, Pak Raden melantunkan sejumlah lagu yang pernah dipopulerkannya pada masa lalu. Pria kelahiran Jember, Jawa Timur, tanggal 28 November 1932 itu tetap energik menyanyikan lagu "Sol Do Iwak Kebo" di depan teras rumahnya.
"Saya baru sadar, setiap bangun tidur, saya mulai dengan menyanyi," kata Pak Raden, yang menyebut Si Unyil sebagai sebuah kegagalan.
Ia mengatakan, kalaupun menerima pendapatan dari karakter itu, ia mendapatkannya dari honor mengisi suara dalam program Laptop Si Unyil. "Saya tidak menerima satu sen pun," ujarnya mengenai royalti atas tokoh anak-anak tersebut.
Arief Maulana, koordinator teman-teman muda Pak Raden, mengatakan, acara ini dibuat untuk mengetuk hati masyarakat Indonesia terhadap kehidupan Pak Raden. Melalui acara itu, ia meminta dukungan untuk memperjuangkan agar hak cipta Si Unyil kembali ke Pak Raden.
Selain menyanyi, dalam acara tersebut Pak Raden juga menjual sejumlah barang, seperti kaus warna kuning cerah yang dijualnya dengan harga sesuai keikhlasan penonton. Kaus itu laku Rp 120.000. Pak Raden juga menjual buku-buku yang dibuatnya seharga Rp 125.000 untuk empat seri.
Pak Raden berdandan mirip seperti karakternya dalam tayangan serial Si Unyil, dengan menggunakan kumis, belangkon, pakaian adat Jawa warna gelap, dan tongkat. Meski telah berusia hampir 80 tahun dan harus berjalan dengan tongkat, ia tetap bersemangat mengikuti acara tersebut hingga selesai.
Pak Raden tinggal dalam rumah berukuran 100 meter persegi dengan tiga kamar, satu kamar tamu, dan sebuah dapur. Rumah tersebut tampak kusam dengan atap yang bocor dan rusak tak terawat. Pak Raden tidak menikah dan tidak memiliki keturunan. Di rumahnya, ia hidup bersama dua pengasuhnya, Madun dan Nanang.
Menurut Madun, Pak Raden menggantungkan hidupnya dari melukis dan juga melakukan pertunjukan boneka sebagai keahlian. Seiring dengan perkembangan zaman dan usia, pertunjukan boneka merosot tidak seperti zaman masa jaya Si Unyil.
Kini, Pak Raden telah berpulang dalam usia 82 tahun. Sang cucu, Ilona, mengatakan bahwa Pak Raden meninggal dunia setelah mengalami penurunan kondisi kesehatan pada Jumat (30/10/2015) siang.
"Iya benar, Pak Raden meninggal dunia pukul 22.20 WIB di Rumah Sakit Pelni, Petamburan," kata Ilona dalam wawancara per telepon dengan Kompas.com di Jakarta, Jumat malam.
"Tadi siang masuk ke ICU (intensive care unit). Dia ada infeksi berat di paru kanan. Dia juga demam tinggi. Waktu itu ibuku nemenin," tambah Ilona.
Sumber : Kompas.com