Sumber Berita : Kompas.com
Kementerian Luar Negeri China menuduh kapal perang USS Lassen secara ilegal memasuki kawasan perairan di kawasan terumbu karang Subi. "Manuver ini merupakan provokasi secara sengaja".
Kemenlu di Beijing juga langsung memanggil Duta Besar AS untuk China Max Baucus guna meminta penjelasan. Akibat peristiwa patroli kapal perang AS di kawasan Kepulauan Spratly itu, hubungan antara China dan AS kini menjadi tegang.
China mengklaim, kapal perangnya terus mengikuti USS Lassen dan memberi peringatan karena dinilai melanggar wilayah teritorialnya. Sejumlah petinggi militer di Beijing mengatakan, mereka kini menyiapkan armada kapal perangnya untuk menghadapi terulangnya provokasi semacam itu.
Ini merupakan reaksi atas pernyataan pejabat tinggi AS yang mengatakan, "Patroli semacam itu akan menjadi rutinitas."
Beijing balas menggertak dengan menyatakan tidak takut terlibat konflik militer dengan Amerika. Demikian dilaporkan oleh harian Inggris The Guardian yang mengutip media-media China.
Harian-harian China yang dekat dengan partai komunis bahkan menulis kritik tajam yang menyebutkan bahwa Amerika Serikat harus belajar dari kekacauan yang diciptakannya di Afganistan dan Irak. Ini membuktikan pamer kekuatan AS tidak pernah menciptakan stabilitas.
Gugus Kepulauan Spratly sejak beberapa dekade menjadi kawasan sengketa yang diperebutkan oleh China, Malaysia, Vietnam, Filipina, Brunei, dan Taiwan. Enam negara ini mengklaim bahwa sebagian atau seluruh kepulauan itu adalah hak teritorial mereka. China paling agresif mengklaim Kepulauan Spratly dan pada tahun 2014 membangun dua pulau buatan untuk mengukuhkan klaimnya. Salah satu pulau buatan bahkan dijadikan pangkalan militer.
Perebutan klaim teritorial antara lain dipicu oleh dugaan adanya cadangan minyak dan gas bumi cukup besar di kepulauan bersangkutan. Namun, bagi China, klaim teritorial atas kepulauan di Laut China Selatan itu lebih banyak berkaitan dengan kepentingan pertumbuhan ekonominya.
"Sekitar 30 persen lalu lintas kapal melewati Laut China Selatan mengangkut produk ekspor China serta minyak dari Timur Tengah yang vital bagi ekonomi China," ujar Vincent Wei-Cheng Wang, pakar politik luar negeri China di University of Richmond, kepada DW.
Dalam konteks ini, kehadiran kapal perang AS di kawasan sengketa dipandang sebagai potensi ancaman bagi keamanan nasional China secara umum.
Sebaliknya, Filipina yang memiliki pakta pertahanan bersama dengan Amerika Serikat memandang manuver militer itu sebagai pengimbang kekuatan China di kawasan Laut China Selatan. Vietnam, yang mulai menjalin hubungan militernya dengan AS, mengharapkan campur tangan Amerika dalam sengketa ini dapat memperkuat posisi tawar mereka terhadap China.
Kementerian Luar Negeri China menuduh kapal perang USS Lassen secara ilegal memasuki kawasan perairan di kawasan terumbu karang Subi. "Manuver ini merupakan provokasi secara sengaja".
Kemenlu di Beijing juga langsung memanggil Duta Besar AS untuk China Max Baucus guna meminta penjelasan. Akibat peristiwa patroli kapal perang AS di kawasan Kepulauan Spratly itu, hubungan antara China dan AS kini menjadi tegang.
China mengklaim, kapal perangnya terus mengikuti USS Lassen dan memberi peringatan karena dinilai melanggar wilayah teritorialnya. Sejumlah petinggi militer di Beijing mengatakan, mereka kini menyiapkan armada kapal perangnya untuk menghadapi terulangnya provokasi semacam itu.
Ini merupakan reaksi atas pernyataan pejabat tinggi AS yang mengatakan, "Patroli semacam itu akan menjadi rutinitas."
Beijing balas menggertak dengan menyatakan tidak takut terlibat konflik militer dengan Amerika. Demikian dilaporkan oleh harian Inggris The Guardian yang mengutip media-media China.
Harian-harian China yang dekat dengan partai komunis bahkan menulis kritik tajam yang menyebutkan bahwa Amerika Serikat harus belajar dari kekacauan yang diciptakannya di Afganistan dan Irak. Ini membuktikan pamer kekuatan AS tidak pernah menciptakan stabilitas.
Gugus Kepulauan Spratly sejak beberapa dekade menjadi kawasan sengketa yang diperebutkan oleh China, Malaysia, Vietnam, Filipina, Brunei, dan Taiwan. Enam negara ini mengklaim bahwa sebagian atau seluruh kepulauan itu adalah hak teritorial mereka. China paling agresif mengklaim Kepulauan Spratly dan pada tahun 2014 membangun dua pulau buatan untuk mengukuhkan klaimnya. Salah satu pulau buatan bahkan dijadikan pangkalan militer.
Perebutan klaim teritorial antara lain dipicu oleh dugaan adanya cadangan minyak dan gas bumi cukup besar di kepulauan bersangkutan. Namun, bagi China, klaim teritorial atas kepulauan di Laut China Selatan itu lebih banyak berkaitan dengan kepentingan pertumbuhan ekonominya.
"Sekitar 30 persen lalu lintas kapal melewati Laut China Selatan mengangkut produk ekspor China serta minyak dari Timur Tengah yang vital bagi ekonomi China," ujar Vincent Wei-Cheng Wang, pakar politik luar negeri China di University of Richmond, kepada DW.
Dalam konteks ini, kehadiran kapal perang AS di kawasan sengketa dipandang sebagai potensi ancaman bagi keamanan nasional China secara umum.
Sebaliknya, Filipina yang memiliki pakta pertahanan bersama dengan Amerika Serikat memandang manuver militer itu sebagai pengimbang kekuatan China di kawasan Laut China Selatan. Vietnam, yang mulai menjalin hubungan militernya dengan AS, mengharapkan campur tangan Amerika dalam sengketa ini dapat memperkuat posisi tawar mereka terhadap China.
No comments:
Post a Comment