Monday, 19 October 2015

BULAN MUHARRAM DAN AMALAN-AMALANNYA



Alhamdulillah, hari berganti dengan hari dan bulan pun silih berganti dengan bulan. Tidak terasa pergantian tahun sudah kita jumpai lagi.
Kita akan memasuki tahun baru Hijriyah. Telah kita ketahui bersama, bulan pertama dalam kelender Hijriyah adalah bulan Muharram. Sehingga pada kesempatan kali ini, kami ingin memberikan sedikit pengetahuan tentang bulan Muharram. Pada bulan ini, Allah Ta’ala memuliakannya daripada bulan-bulan yang lain.
Allah Ta’ala telah menjadikan bulan Muharram sebagai bulan yang mulia dan menjadikannya sebagai salah satu dari empat bulan haram (yang disucikan).
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّہُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثۡنَا عَشَرَ شَہۡرً۬ا فِى ڪِتَـٰبِ ٱللَّهِ يَوۡمَ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ مِنۡہَآ أَرۡبَعَةٌ حُرُمٌ۬‌ۚ ذَٲلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ‌ۚ فَلَا تَظۡلِمُواْ فِيہِنَّ أَنفُسَڪُمۡ‌ۚ
Artinya:“Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah 12 bulan (yang telah ditetapkan) di dalam kitab Allah sejak menciptakan langit dan bumi. Di antara 12 bulan tersebut terdapat 4 bulan yang suci. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menzhalimi diri kalian pada bulan-bulan (suci) tersebut.” (Q.S. At Taubah [9] : 36)
Diantara keempat bulan suci (haram) tersebut adalah bulan Muharram, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Rajab.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاَثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو القَعْدَةِ وَذُو الحِجَّةِ وَالمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Artinya:“Satu tahun ada 12 bulan, diantaranya ada 4 bulan suci: 3 bulan secara berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan bulan Rajab diantara bulan Jumada dan bulan Sya’ban.” (H.R. Bukhari)
Mengapa keempat bulan tersebut dinamakan bulan haram?
Abu Ya’la –rahimahullah- mengatakan,“Dinamakan bulan haram karena dua makna,
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Jahiliyyah dahulu.
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan maksiat lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya dikarenakan mulianya bulan tersebut.”
Selain kemuliaan-kemuliaan diatas, pada bulan ini juga terkandung banyak amalan yang hendaknya tidak ditinggalkan oleh seorang muslim, diantaranya amalan itu adalah,
Perbanyak Amalan Shalih
Mengenai hal ini, Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- berkata tentang tafsir firman Allah Ta’ala dalam Surat At Taubah ayat 36: “فَلَا تَظۡلِمُواْ فِيہِنَّ أَنفُسَڪُمۡ‌ۚ”, Allah telah mengkhususkan empat bulan dari kedua belas bulan tersebut.
Dan Allah menjadikannya sebagai bulan yang suci, mengagungkan kemulian-kemuliannya, menjadikan dosa yang dilakukan pada bulan tersebut lebih besar dari bulan-bulan lainnya dan memberikan pahala yang lebih besar dengan amalan-amalan shalih.”
Mengingat besarnya pahala yang diberikan oleh Allah melebihi bulan selainnya, hendaknya kita perbanyak amalan-amalan ketaatan kepada Allah pada bulan Muharram ini dengan membaca Al Qur’an, berdzikir, shadaqah, puasa, dan lainnya.
Selain memperbanyak amalan ketaatan, tak lupa untuk berusaha menjauhi maksiat kepada Allah dikarenakan dosa pada bulan-bulan haram lebih besar dibanding dengan dosa-dosa selain bulan haram.
Ibnu Qatadah –rahimahullah- berkata, “Sesungguhnya kedhaliman pada bulan-bulan haram lebih besar kesalahan dan dosanya daripada kezaliman yang dilakukan di luar bulan-bulan haram tersebut.
Meskipun kedhaliman pada setiap kondisi adalah perkara yang besar, akan tetapi Allah Ta’ala menjadikan sebagian dari perkara menjadi agung sesuai dengan kehendaknya.
Perbanyak Puasa
Selain memperbanyak amal shalih, pada bulan ini juga terdapat keutamaan yang lain, yaitu bulan terbaik untuk melakukan puasa setelah bulan Ramadhan.
Rasulullah bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
Artinya:“Sebaik-baik puasa setelah bulan Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu bulan Muharram.” (H.R. Muslim)
Ibnu Rajjab mengatakan, para Salafush shalih pun sampai-sampai sangat suka untuk melakukan amalan dengan berpuasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri rahimahullah mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”
Puasa ‘Asyura
Puasa ‘Asyura merupakan kewajiban puasa pertama dalam Islam, sebelum Ramadlan. Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz –radliallahu ‘anha-, beliau mengatakan,
أرسل النبي صلى الله عليه وسلم غداة عاشوراء إلى قرى الأنصار : ((من أصبح مفطراً فليتم بقية يومه ، ومن أصبح صائماً فليصم)) قالت: فكنا نصومه بعد ونصوّم صبياننا ونجعل لهم اللعبة من العهن، فإذا بكى أحدهم على الطعام أعطيناه ذاك حتى يكون عند الإفطار
Artinya:“Suatu ketika, di pagi hari ‘Asyura, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Madinah untuk menyampaikan pesan: “Siapa yang di pagi hari sudah makan maka hendaknya dia puasa sampai maghrib. Dan siapa yang sudah puasa, hendaknya dia lanjutkan puasanya.” Rubayyi’ mengatakan: Kemudian setelah itu kami puasa, dan kami mengajak anak-anak untuk berpuasa. Kami buatkan mereka mainan dari kain. Jika ada yang menangis meminta makanan, kami memberikan mainan itu. Begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Setelah Allah Ta’ala mewajibkan puasa Ramadlan, puasa ‘Asyura menjadi puasa sunnah. ‘Aisyah –radliallahu ‘anha- mengatakan,
كان يوم عاشوراء تصومه قريش في الجاهلية ،فلما قد المدينة صامه وأمر بصيامه ، فلما فرض رمضان ترك يوم عاشوراء ، فمن شاء صامه ، ومن شاء تركه
Artinya: “Dulu hari ‘Asyura dijadikan sebagai hari berpuasa orang Quraisy di masa jahiliyah. Setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tiba di Madinah, beliau melaksanakn puasa ‘Asyura dan memerintahkan sahabat untuk berpuasa. Setelah Allah wajibkan puasa Ramadhan, beliau tinggalkan hari Asyura’. Siapa yang ingin puasa Asyura’ boleh puasa, siapa yang tidak ingin puasa Asyura’ boleh tidak puasa.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Selain itu, Hari ‘Asyura merupakan hari yang sangat dijaga keutamannya oleh Rasulullah, sebagaimana hadits dari Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-,
ما رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يتحرى صيام يوم فضَّلة على غيره إلا هذا اليوم يوم عاشوراء ، وهذا الشهر – يعني شهر رمضان
Artinya:“Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam begitu menjaga keutamaan satu hari di atas hari-hari lainnya, melebihi hari ini (yaitu hari‘Asyuro) dan bulan yang ini (yaitu bulan Ramadhan).” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Salah satu bentuk menjaga keutamaan hari ‘Asyura yang dilakukan oleh Rasulullah adalah dengan berpuasa pada hari tersebut. Sebagaimana hadits dari jalur Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-,
قَدِمَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمَدِينَةَ وَالْيَهُودُ تَصُومُ عَاشُورَاءَ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ ظَهَرَ فِيهِ مُوسَى عَلَى فِرْعَوْنَ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – لأَصْحَابِهِ «أَنْتُمْ أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْهُمْ ، فَصُومُوا.
Artinya:“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Madinah, sementara orang-orang Yahudi berpuasa ‘Asyuro, mereka mengatakan, “Ini adalah hari di mana Musa menang melawan Fir’aun.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para sahabat, “Kalian lebih berhak terhadap Musa dari pada mereka (orang Yahudi), karena itu berpuasalah” (H.R. Bukhari)
Rasulullah juga menyebutkan pahala bagi orang yang melaksanakan puasa sunnah ‘Asyuro, sebagaiamana riwayat dari Abu Musa Al Asy’ari –radhiyallahu ‘anhu-,
صوم يوم عاشوراء كفارة سنة
Artinya:Puasa ‘Asyura menjadi penebus dosa setahun yang telah lewat” (H.R. Muslim)
Begitu tingginya nilai ibadah yang terkandung didalam puasa ‘Asyura sehingga amatlah rugi seorang muslim yang meninggalkannya.
Puasa Tasu’a 
Setahun sebelum Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam wafat, beliau berrtekad untuk tidak berpuasa hari ‘Asyuro (tanggal 10 Muharram) saja, tetapi beliau menambahkan puasa pada hari sebelumnya yaitu puasa Tasu’a (tanggal 9 Muharram) dalam rangka menyelisihi puasanya orang Yahudi.
Dari Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- beliau mengatakan, Ketika Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam berpuasa‘Asyura dan menganjurkan para sahabatnya untuk berpuasa, mereka berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani”. Maka beliau bersabda,“Kalau begitu tahun depan Insya Allah kita akan berpuasa juga pada hari kesembilan (Tasu’a, untuk menyelisihi Ahli kitab)”. Ibnu ‘Abbas berkata, “Belum sampai tahun berikutnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah wafat.”
Shaikh ‘Utsaimin –rahimahullah– mengatakan, sebagian ulama ada yang berpendapat di-makruh-kannya berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja, karena menyerupai orang-orang Yahudi.
Tapi ada ulama lain yang membolehkannya meskipun pahalanya tidak sesempurna jika digandengkan dengan puasa sehari sebelumnya (tanggal 9 Muharram).
Semoga Allah senantiasa memberikan kita taufik untuk tetap teguh berada di atas jalan kebenaran-Nya, bersegera memperbaiki diri sebelum datang hari dimana semua amalan akan sia-sia, dan menjauhkan dari perbuatan maksiat yang bisa membuat noda hitam di hati kita. (P011/R03)



Sumber : Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

No comments:

Post a Comment